Pertama kali sosiologi berkembang di Benua Eropa akibat adanya revolusi Perancis dan revolusi Industri di Inggris. Sebelum bergulirnya revolusi, masyarakat Eropa berada dalam pola-pola kehidupan tradisional yang diwarnai dengan sistem sosial yang feodalistik. Kondisi feodalistik ini dilihat dari beberapa indikator dalam masyarakat yaitu :
1. Ketergantungan kehidupannya pada sektor pertanian dan perkembangan (agraris).
2. Ukuran kelas sosial selalu didasarkan pada faktor kepemilikan tanah, sehingga orang-orang yang memiliki tanah yang luas atau tuan tanah menempati kelas sosial atas.
3. Pembedaan status sosial kemasyarakatan dengan gelar-gelar kebangsawanan seperti raden (di Jawa), sir (di Inggris).
4. Pola-pola hubungan perekonomian lebih banyak didominasi oleh pola-pola hubungan antara tuan tanah dan buruh tani, petani penggarap, dan penyewa tanah pertanian.
Sebagian masyarakat menganggap sistem feodalisme sebagai pola kehidupan yang didominasi oleh berbagai ketidakadilan, terutama dalam pola-pola pembagian aset kepemilikan dan hasil pertanian. Dalam kasus Perancis, ketidakadilan tersebut menjadi bertambah-tambah akibat totaliter yang diterapkan dalam pemerintahan kerajaan tersebut. Karena itu, revolusi industri diharapkan akan mengubah pola kehidupan tradisional ke pola modern, dari sistem pemerintahan yang sewenang-wenang menjadi sistem pemerintahan yang adil dengan indikator adanya pengakuan atas persamaan hak-hak dan kewajiban sebagai warga negara yang setara, yang lazim disebut pemerintahan demokratis. Ringkasnya revolusi diharapkan menghasilkan suatu tatanan sosial yang penuh keadilan, keterbukaan, persamaan dan kebebasan. Akan tetapi, kenyataan yang ada setelah revolusi bergulir berbicara lain. Revolusi justru mengundang kekhawatiran dari banyak pihak, terutama kekhawatiran terjerumusnya kehidupan masyarakat ke pola-pola yang lebih buruk yaitu anarkis. Kekhawatiran teresebut menjadi kenyataan dengan keadaan sosial yang menjadi anarkis akibat hancurnya tatanan pemerintahan di Perancis.
Tidak ada komentar: