Ada beberapa teori tentang kedatangan Islam di Indonesia. Keragaman teori disebabkan oleh fenomena kompleksitas, yaitu Islam tidak berasal dari satu tempat/ negara, juga tidak dibawa oleh satu kelompok orang dan tidak pada saat yang sama. Faktor lain yang memengaruhi keragaman teori adalah perbedaan bukti, unsur minat, subyektivitas agama, dan ideologi sejarawan. Meskipun ada kesimpulan tentang awal masuknya Islam ke Indonesia pada tahun 1963, proses kedatangan dan pengembangan Islam di Indonesia adalah studi yang terus berubah. Jadi masih ada peluang untuk memperbaiki atau memperkuat teori yang ada. Ulama adalah aktor sentral dalam kedatangan awal dan perkembangan Islam ke Indonesia. Sarjana Arab yang berprofesi sebagai pedagang adalah kelompok pertama yang membawa dan mengembangkan Islam ke wilayah Indonesia, kemudian dilanjutkan oleh para dai dari kalangan sufi profesional. Sosok ulama Sufi sangat melekat pada dua tokoh: pedagang yang menyebarkan Islam melalui perdagangan serta detak jantung ekonomi rakyat, dan sultan yang menyebarkan Islam melalui kekuatannya. Karakteristik penyebar Islam yang mengkristal ini membuat Islam berkembang secara efektif. Islam dikembangkan oleh Ulama melalui tiga saluran yaitu; budaya (dakwah, pendidikan, seni, budaya, dan perkawinan), struktural (politik dan kekuasaan), ekonomi (jalur perdagangan). Dengan kata lain, proses islamisasi di Indonesia dipengaruhi oleh kekuatan politik dan semangat dakwah
Teori-teori Masuknya Islam ke Indonesia
a. Teori Arab.
Teori ini didukung oleh Krawfurl, Keijzer, Nieman, de Hollender, J. C. Van Leur, Thomas W. Arnold, al-Attas, HAMKA, Djajadiningrat, Mukti Ali dan tokoh yang paling gigih mempertahan teori ini adalah Naquib al-Attas.9 Teori ini menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia langsung dari Arab pada abad ke 7-8 Masehi. HAMKA secara tegas menyatakan Islam datang ke Indonesia pada tahun 674 Masehi. dibawa oleh pedagangpedagang Arab.
Berkenaan dengan pertanyaan dimanakah tempat yang pertama kali didatangi oleh saudagar-saudagar Arab ini? Juneid Parinduri menyatakan daerah Barus Tapanuli (Barus-Sibolga kab. TAPTENG). Ini dibuktikan dengan adanya makam yang bertulis HaMim yang diartikan tahun 670 Masehi. 10 Teori ini mendapat perhatian dan pembenaran dalam seminar-seminar sejarah masuknya Agama Islam ke Indonesia (1963); sejarah Islam di Minangkabau (1969); sejarah Islam Riau (1975); sejarah masuknya Islam ke Kalimantan (1976), dan dibicarakan pula pada seminar pendahuluan sejarah Islam di Indonesia. Teori ini menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, dibawa oleh pedagang-pedagang Arab pada abad pertama hijriah.11
Teori yang menyatakan bahwa Barus adalah daerah pertama yang disinggahi pedagang-pedagang muslim Arab ini dibuktikan dengan penemuan arkeolog akan sumber-sumber epigrafi yang berbentuk batu nisan. Dari sekian banyak batu nisan hanya 38 buah yang mempunyai tulisan. 36 buah tersebar di Kompleks Makam Ibrahim, Kompleks Makam Ambar, Kompleks Makam Maqdum, Kompleks Makam Mahligai dan makam Papan Tinggi sedangkan dua lagi ada di museum Medan.
b. Teori Gujarat India.
Para sarjana dari Belanda memegang teori bahwa asal muasal Islam di nusantara adalah anak benua India, Gujarat dan Malabar. Teori ini dikemukan oleh Pojnappel, menurutnya orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i yang berimigrasi dan menetap di India yang kemudian membawa Islam ke nusantara. Teori ini kemudian dikembangan oleh Snouck Hurgronje, menurutnya ulama-ulama Gujaratlah penyebar Islam pertama di nusantara, baru kemudian disusul orang-orang Arab. Meski tidak menyebutkan secara eksplisit daerah mana yang pertama kali didatangi Islam tapi menurutnya abad ke-12 adalah periode paling mungkin permulaan penyebaran Islam di nusantara.
Alasan Snouck menyebutkan teori ini adalah:
1) Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam ke Indonesia;
2) Hubungan dagang India –Indonesia telah lama terjalin; dan
3) Inkripsi tertua tentang Islam terdapat di Sumatera menunjukkan hubungan antara Sumatera dan Gujarat
Pendapat Snouck ini didukung oleh Moqutte yang menyimpulkan tempat asal Islam adalah Gujarat. Kesimpulan ini didasarkan pada pengamatannya akan batu nisan di Pasai, dan di Gresik Jawa Timur yang sama bentuknya dengan batu nisan di Cambay Gujarat.14 Pendapat Moquette ini didukung oleh Kern, Winstedt, Bosquet, Vlekke, Gonda, Schrieke dan Hall.15 Sementara Pijnapel mengemukakan tiga argumen untuk teori ini; Pertama, alasan Mazhab fiqh. Menurutnya dua wilayah India; Gujarat dan Malabar adalah yang pertama kali menganut Mazhab Syafi’iyah sebelum dibawa dan berkembang di Asia Tenggara. Kedua, alasan politik, dengan keruntuhan kekuasaan Baghdad, banyak para Sufi yang kemudian melakukan perjalanan ke wilayah Asia Tenggara melalui India. Ketiga, alasan arkeologi berupa batu nisan yang ditemukan memiliki kesamaan dengan batu nisan dari India.
Penentang keras teori Gujarat lainnya adalah Naguib al-Attas, menurutnya batu nisan yang di nusantara berasal dari Gujarat, karena jarak tempuhnya yang lebih dekat dibanding dengan Arabia. Menurutnya bukti paling penting untuk membahas daerah asal Islam di Nusantara adalah karakteristik internal Islam di dunia Melayu-Indonesia. Oleh karena ia berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal langsung dari Arab.19 Kelemahan teori ini selain data-data yang ditampilkan lemah, terkesan juga tidak menjelaskan antara masuknya Islam dengan perkembangan penyebaran Islam di Indonesia.
Penguatlainnya teori Gijarat India adalah :
1) Nisan pada makam Malikul Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419 di Gersik).
2) Pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Mazhab Syafi’I sebagai mazhab yang paling utama di daerah Malabar
c. Teori Persia
Kita Pahami dahulu bahwa Persia sekarang ini adalah negara Iran Raya, Wilayahnya meliputi kawasan Iran modern, Irak, Suriah, Pakistan, Asia Tengah dan wilayah Arab. Pada zaman Khosrau II (590-628) pula, kekaisaran ini diperluas hingga Mesir, Yordania, Palestina, dan Lebanon. Orang-orang Sassania menamakan kekaisaran mereka Erānshahr (atau Iranshæhr, "Penguasaan Orang Arya".) Sebelum masuknya Islam Persia mengalami Kemerosotan moral merebak secara luas. Demikian parahnya, sampai-sampai Persia terjerumus ke dalam perangkap pernikahan sedarah. Kisra Yazdajird II (Raja Persia) menikahi putrinya lalu membunuhnya. Agama yang tersebar di Persia adalah penyembahan terhadap api, yaitu ajaran Zarathustra (Zoroaster) yang menyeru kepada penyucian api. Ketika Islam masuk dalam sejarahnya Penduduk Iran banyak yang menganut Syiah.
Bukti yang diajukan teori Perisa adalah ditemukan pengaruh Persia dalam kehidupan masyarakat pada abad ke-11. Bukti-bukti tersebut mengacu pada pengaruh bahasa, Ini dapat dilihat dari bahasa Arab yang digunakan masyarakat Indoenesia. Kata-kata yang berakhiran huruf “ta” pada kata marbuthah ketika berhenti dibaca “h”. Menurut Nurkholis ini menunjukkan bahwa bahasa Arab tidak langsung dari Arab, tapi dari Persia. Salah seorang tokoh teori ini adalah P. A. Hoesein Djajadiningrat. Teori ini menitikberatkan tinjauannya kepada budaya yang hidup di kalangan msyarakat Islam Indonesia memiliki kesamaan dengan India/Gujarat diantaranya:
1) Adanya peringatan 10 Muharram sebagai hari Asyura, yang dikenal sebagai hari peringatan orang syi’ah atas terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Muthalib.
2) Adanya kesamaan ajaran antara Syekh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran al-Hallaj.
3) Penggunaan istilah bahasa Iran dalam pengajian quran tingkat awal dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda huruf harakah.
d. Teori Cina.
Menurut teori ini Islam datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang-pedagang muslim Cina, melalui jalur perdagangan pada abad ke 7-8 Masehi. Adapun tempat yang pertama didatangi adalah daerah Sumatera. Perlu dipahami bahwa teori ini tidak berbicara tentang awal datangnya Islam ke Indonesia, melainkan tentang peran muslim Cina dalam menyumbangkan data informasi tentang adanya komunitas muslim di Indonesia serta dan perannya dalam perkembangan pada abad ke 15/16 Masehi.
Kondisi ini dapat dipahami, karena selain Islam di Cina datang lebih awal tak hanya itu juga lebih berkembang. Ini dibuktikan dengan data sejarah yang menyebutkan abad ke-7 Guangzhou sudah memiliki masjid Wha-Zhin-Zi, sementara di Indonesia baru ditemukan makam-makam individu dan atau interaksi utusan dagang.21 Teori ini menjadi lemah, karena tidak ditemukan satu pun tanda tentang kehadiran masyarakat Cina di zaman Lobu Tua, Barus, meski banyak ditemukan keramik Cina. Menurut Guillot berdasarkan observasi lapangan dan kajian terhadap sumber-sumber tertulis bahwa keramik mencapai Barus melalui perantara non-Cina
e. Teori Turki.
Teori perkembangan ini diajukan oleh Martin van Bruinessan, menurutnya selain orang Arab dan Cina, orang Indonesia juga menerima Islam dari orang-orang Kurdi dari Turki. Alasan yang diajukannya adalah:
1) Banyak Ulama Kurdi yang berperan aktif dalam dakwah Islam di Indonesia;
2) Kitab karangan Ulama Kurdi menjadikan rujukan yang berpengaruh luas, diantaranya; 3) Pengaruh Ulama Ibrahim al-Kuarani, seorang Ulama Turki di Indonesia melalui tarekat Syatariyah.;
4) Tradisi Barzanji popular di Indonesia
Berzanji atau Barzanji ialah suatu doa-doa, pujian-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahiran (akikah), khitanan, pernikahan dan maulid Nabi Muhammad saw. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad SAW, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.
Pada hakikatnya teori-teori tentang masuknya Islam ke Indonesia memiliki
keunggulan dan keterbatasan. Tidak ada teori yang baku dan pasti. Pendapat ini
disandarkan pada pendapat Azyumardi Azra “Sesungguhnya kedatangan Islam ke
Indonesia datang dalam kompleksitas, yaitu tidak berasal dari satu tempat, peran
kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang sama”.24 Argumen ini menjadi dasar bagi
semua orang untuk menerima semua teori-teori di atas, tapi bukan tanpa “sikap”.
Idealnya kehadiran teori-teori tersebut tidak membuat stagnannya penelitian dan
diskusi tentang masuknya Islam, karena masih ada ruang yang sangat luas untuk
mengoreksi atau menguatkan teori-teori yang ada.
Tidak ada komentar: