LEMBAYUNG AL FARUQ

Oleh Julia Febrianti

diedit oleh Haris Fadhillah


Bismillahi ‘ala kulli syai-in qadiir

Mari kita belajar dari sosok yang menggetarkan musuh-musuh Allah ini dan ia merupakan kekuatan hebat yang pernah dimiliki agama sempurna ini.

Tulisan ini sebagai refleksi pendidikan berkarakter yang selalu digaungkan di negara ini, Indonesia.


Ia dipanggil dengan gelar Abu Hafs, dan setelah masuk Islam ia menerima gelar Al-Faruq ialah Umar Bin Khotob, karena kepribadian yang menonjol darinya adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan.

 Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.


Menurut Amiur Nuruddin mengutip DR. Mahmud Isma’il dalam tulisannya bahwa ada dua hal yang menjadi perhatian para ahli sejarah yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan watak dan kepribadiannya.

Pertama pengalamannya sebagai pengembala unta yang diperlakukan keras oleh ayahnya berpengaruh terhadap temperamen yang menonjolkan sikap keras dan tegas dalam pergaulan. Kedua pengalamannya sebagai peniaga yang sukses, yang membawa barang dagangan pulang pergi ke Syiria, berpengaruh terhadap kecerdasan dan kepekaan, serta pengetahuannya terhadap berbagai tabi’at manusia.

Kita tau bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi. Dalam hal ini, ayahnya tentu secara sadar dan terencana memperlakukannya dengan keras, agar ia mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pada saat itu. Sekalipun, ayahnya mungkin belum paham terhadap apa itu potensi.

Mungkin saja yang ia ketahui pada saat itu hanyalah proses pendewasaan diri dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari ketidak mampuan menjadi mampu. Alhasil, proses itulah yang membuat anaknya tumbuh menjadi sosok yang keras dan tegas dalam pergaulan.

Karakternya telah dibentuk sejak awal. Sejak ia turun langsung sebagai pengembala. Pendidikan keluarga yang menentukannya, kemudian lingkungan turut serta mengembangkannya. Karakter itu tertanam kuat, bahkan ketika Islam hadir, ia adalah orang yang paling menentang keras, orang yang sangat benci dengan ajaran baru yang dibawa  oleh Nabi Muhammad.


Ketika ia berusia 27 tahun, Nabi dengan misi risalahnya mampu mempengaruhi keluarganya untuk memeluk Islam. Di antara keluarganya yang telah mendapat hidayah dan memeluk Islam adalah Sa’ad bin Zaid, yang merupakan saudara ipar yang telah menikah dengan adiknya yang bernama Fatimah, yang juga memeluk Islam. Nu’ami bin Abdullah, juga merupakan salah seorang anggota keluarganya yang cukup kharismatik telah menyatakan keIslamannya.


Kondisi demikian memberikan pengaruh tersendiri terhadap dirinya, sehingga tidak aneh jika ia merasa geram dengan anggota keluarganya yang telah meninggalkan ajaran nenek moyangnya. Kemarahannya tidak saja tertuju kepada kelurganya, tetapi juga kepada penyebab utama sehingga keluarganya meninggalkan ajaran lama. Menurutnya, penyebab itu tidak lain adalah Muhammad saw yang telah mengembangkan misinya di daerah Arab. Oleh karena itu, tidak heran jika ia adalah seorang yang paling keras memusuhi kaum muslim. Ia adalah Umar bin Khattab.


Karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Hingga Rasulullah menjadikan Umar salah satu dari dua orang yang ia pintakan kepada Allah sebuah hidayah keislaman. Karena, ada karakter yang kuat yang melekat pada dirinya yang akan berpengaruh besar terhadap kejayaan Islam. “Ya Allah, jadikanlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab.”, itulah doa yang Rasulullah pinta ketika Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.
Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri.


Abdullah bin Mas’ud berkata tentang Umar: “Islamnya Umar adalah suatu penaklukkan, hijrahnya adalah kemenangan, kepemimpinannya adalah rahmat. Kamu melihat kami tidak bisa sholat di Baitul Haram. Ketika Umar sudah masuk Islam, dia memerangi orang-orang quraisy, sehingga mereka membiarkan kami sholat di sana.”
Ditengah karakter Umar yang kuat, yang sudah mengikat dalam dirinya, banyak orang yang begitu menaruh harap terhadapnya, banyak orang yang berbangga atas keislamannya. Artinya, disini semua orang percaya bahwa kehadiran Islam akan mampu menyempurnakan karakter seseorang. Dan bentuk penyempurnannya bukan dengan cara merubah karakter yang telah dimiliki, tetapi mendayagunakan karakter yang ada pada kondisi yang dibutuhkan.


Dalam hal ini, karakter sama dengan konsep diri seseorang, yang akan melahirkan prinsip-prinsip sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Umar bin Khattab telah memiliki konsep diri yang kuat yaitu ketegasan, kekuatan, kekerasan, dan komitmen yang tinggi. Sehingga ketika ia berhijrah kepada Islam, konsep diri yang ia miliki melahirkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan aturan Islam. Islamlah yang mendidik karakter Umar.


Kehadiran Islam di muka bumi adalah sebagai pedoman hidup manusia dan untuk memberikan solusi terhadap berbagai persoalan. Pendidikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari system hidup manusia, tentu memiliki persoalan tersendiri. Salah satu persoalan yang perlu mendapat perhatian besar adalah terkait persoalan konsep diri yang melahirkan prinsip-prinsip yang terwujudkan melalui akhlak. Karena akhlak adalah puncak nilai keber-agamaan seorang muslim. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah.” (QS. Al Ahzab : 21).


Indonesia sebagai Negara yang memiliki jumlah muslim terbesar di dunia, sejatinya harus mampu menampilkan sosok Negara yang berakhlak mulia. Bukan justru sebaliknya. Dalam kacamata Islam, gejala merusak yang ada di masyarakat terjadi akibat hilangnya karakter dan kepribadian Islam. Banyak dari warga Negara Indonesia kecanduan produk Barat yang hedonistik. Bahkan tiga aspek yang sangat besar pengaruhnya adalah Fun, Food dan Fashion. Semuanya serba bebas dan berkiblat pada kesenangan duniawi yang berdampak pada rusaknya tatanan kehidupan social.


Di sekolah, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik di masyarakat.


Ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.


Rasulullah sebagai suri tauladan terbaik berusaha menanamkan karakter kenabian yaitu siddiq, amanah, tabligh dan fathonah. Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi saksi bagaimana akhirnya kepemimpinan Islam dilahirkan. Umar bin Khattab, seorang pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah.  Orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al Qur’an dan as Sunnah setelah Abu Bakar. Padahal, sebelum hijrahnya kepada Islam, ia adalah seorang penentang yang paling keras terhadap Islam, dan bersikeras membunuh Rasulullah.


Saat ini, jika banyak peserta didik yang tumbuh dan berkembang justru lebih buruk daripada kondisi awal ketika mereka masuk kedalam dunia persekolahan, maka dimanakah letak guru sebagai pemain peran?
Akhirnya, point terpenting dari pendidikan karakter adalah pembinaan. Pembinaan yang akan mengarahkan masing-masing individu agar memiliki akhlak yang mulia. Seperti pada hadits Rasulullah, “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak karimah.” Menumbuhkan kembali akhlak karimah haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan karakter.
Akhirnya karakter itu haruslah terbangun sesuai dengan fitrah, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (QS. Ar Ruum : 30). Lembayung Al Faruq, dalam balutan Islam karakternya kuat merekah; pembeda antara yang hak dan yang bathil.

LEMBAYUNG AL FARUQ LEMBAYUNG AL FARUQ Reviewed by Julia Febrianti-Haris Fadhillah on Agustus 02, 2016 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Recent Posts

Diberdayakan oleh Blogger.